Wayang kulit berasal dari pulau jawa. Wayang kulit dimainkan oleh dalang dengan diiringi oleh lagu-lagu jawa. Jumlah wayang secara keseluruhan berjumlah ratusan. Wayang-wayang yang tidak dimainkan diletakkan pada sebuah pelepah pisang. Di dekat layar terdapat lampu minyak untuk pencahayaan. Sehingga saat wayang dimainkan, akan tampak seperti bayangan
Wayang kulit telah berusia sekitar lima abad. Sunan Kalijaga menciptakan wayang dengan mengadopsi Wayang yang berkembang pada masa Hindu-Budha.. Ini karena masayarakat Jawa pada waktu itu sangat kental dengan kebudayaan Hindu-Budha. Sunan Kalijaga menggunakan Wayang sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Salah satu ajaran Islam yang ada pada Wayang yaitu kata 'Kalimasada', senjata luar biasa yang dimiliki oleh tokoh Puntadewa. Kata 'Kalimasada' sebenarnya adalah kata 'Kalimat Syahadat' yaitu rukun Islam yang pertama. Selain itu, Wayang dibuat nampak seperti bayangan karena Islam melarang benda yang berbentuk seperti makluk hidup.
Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda. Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan) dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.